Rabu, 11 Februari 2009

Perlawanan Rakyat di Kute Likat

Benteng pertahanan rakyat Alas di kampung Kute Likat menjadi sasaran kedua bagi serangan kolonial Belanda setelah Kute Reh. Kute Likat termasuk dalam daerah kekuasaan Kejurun Batu Mbulen. Seperti telah dikemukakan lebih dahulu, Kute Likat ini dipertahankan oleh orang-orang Gayo Lues keturunan Raja Kemala Derna yang telah lama bermukim di Alas, ditambah lagi dengan pasukan pejuang Gayo Lues yang mengundurkan diri dari medan perang Gayo Lues, di samping orang-orang Alas sendiri.
Orang-orang Gayo Lues keturunan Raja Kemala Derna adalah di antara rakyat Gayo yang sangat gigih menentang Belanda. Seperti yang terjadi di seluruh medan pertempuran juga di Kute Likat itu kaum pria dan wanita bertempur bersama-sama mempertahankan bentengnya.
Bagi Belanda tampaknya penyerangan terhadap Kute Likat tidak mengalami kesukaran yang berarti, karena mereka telah berpengalaman dalam pertempuran di berbagai kute di Gayo Lues maupun di Kute Reh. Hal dimaksud karena pembangunan kute maupun senjata dan taktik pertempuran di Kute Likat tidak jauh berbeda dengan di Gayo Lues dan Kute Reh. Sebelum menyerang Kute Likat, didapat laporan terutama dari Berakan bahwa Kute Lengat Baru dibangun oleh penduduk yang telah meninggalkan Kute Lengat. Daerah Lengat Baru termasuk dalam daerah Kejurun Bambel. Mereka membangun benteng di sana untuk melawan Belanda.
Setelah Kute Reh jatuh ke tangan Belanda, Berakan datang membawa Atan, anak Kejurun Bambel, Penghulu Johar, dan anak Penghulu Ngkeran. Kepada ketiga orang itu diperintahkan untuk mencari Kejurun Bambel, yang tidak mau menyerah. Penduduk Likat sendiri menurut Berakan telah mempersiapkan diri untuk melawan Belanda, karena itu harus dilakukan serangan. Dalam laporan lain dikatakan bahwa Berakan sendiri tidak berhasil menemui bapaknya "Uwen Berakan", Kejurun Batu Mbulen yang tetap menentang Belanda dan telah meninggalkan Kute Batu Mbulen.
Terdengar kabar bahwa Uwen Berakan, maupun saudara muda dari Penghulu Cik yang bernama Haji Ja'far alias Uwen Kahar berada di pegunungan dekat Perat. Keterangan lain didapat bahwa bapaknya bersama keluarganya berada di Kute Likat atau Kute Lengat Baru.
Pada tanggal 17 Juni Penghulu Biak Muli dan Haji Deris melaporkan bahwa rakyat di daerah Likat tidak dapat mereka kuasai, karena sikap mereka yang tidak mau menyerah dan melawan kedatangan Belanda. Sehubungan dengan itu, Belanda mengirim pasukan penyelidik ke Kute Likat di bawah pimpinan Kapten Stolk. Di tengah perjalanan pasukan Stolk kepergok oleh pasukan rakyat Alas. Tembak-menembak terjadi, tetapi kemudian pasukan Alas mengundurkan diri. Dalam penyelidikannya Kapten Stolk mendapat kesan bahwa Kute Likat benar-benar telah dipersiapkan dengan kuat untuk tempat pertahanan.
Pasukan Stolk melanjutkan perjalanan ke daerah Batu Menungul. Dalam gerakan itu mereka kepergok lagi dengan pasukan rakyat Alas, sehingga terjadi tembak-menembak. Stolk berhasil menawan 5 orang Alas, termasuk Haji Ali dan keluarga Kejurun Batu Mbulen. Dalam pemeriksaan ditemukan cap Kejurun, barang-barang dan beberapa jumlah uang di rumah Haji Ali. Pada tanggal 20 Juni Van Daalen mengambil keputusan untuk menyerang Kute Likat tanpa memberi peringatan atau ultimatum lebih dahulu.
Serangan ke Kute Likat dilancarkan dengan kekuatan 11 brigade pasukan Marsose. Empat brigade dipimpin oleh Winter dibantu oleh Letnan Christoffel, Tiga brigade di bawah pimpinan Letnan Watrin dibantu oleh Letnan Sraam Morris yang merupakan pasukan penggempur. Selain itu, 3 seksi di bawah Kapten de Graaf dan Deigorde ditugaskan mengawasi lapangan dan pasukan kesehatan termasuk ambulan yang dibantu pula oleh 250 orang hukuman/pemikul barang. Segera setelah komando penyerbuan itu dikeluarkan, maka pasukan penggempur segera bergerak mengepung Kute Likat berdasar rencana yang telah ditetapkan. Setiap pasukan bergerak menuju titik sasaran tanpa mengeluarkan tembakan. Baru setelah seluruh pasukan mencapai titik sasaran di sekeliling dinding kute, secara serentak pasukan Marsose menaiki dinding benteng dengan bedil dan bayonet terhunus.
Dari atas dinding benteng mereka melepaskan tembakan gencar ke dalam benteng. Serangan itu segera mendapat balasan dari pasukan rakyat. Rakyat menyerang pasukan Marsose dengan bersenjata pedang dari tempat-tempat persembunyian mereka. Dengan senjata dan tombak serta pedang terhunus mereka menyerbu secara berkelompok maupun secara perorangan ke tengah-tengah pasukan Marsose tanpa memperdulikan hujan peluru yang diarahkan kepada mereka. Di sektor lambung kiri pertahanan rakyat sangat kuat dan sangat sukar ditembus. Mereka bertahan di atas tangga-tangga bambu dan tidak mau beranjak dari sana, bertahan dengan nekad dan fanatik sampai mereka terjatuh oleh peluru.
Perang antara pedang lawan peluru juga terjadi dalam benteng itu. Baik pria maupun wanita sama-sama memegang pedang dan tombak untuk menghalau musuh. Semangat bertempur yang membara menyebabkan mereka tidak takut kehilangan nyawa.
Pasukan Marsose dengan persenjataannya yang modern mempergunakan kesempatan itu untuk menghancurkan dan membunuh semua penduduk yang mereka jumpai dalam benteng. Hampir seluruh lelaki yang hidup dibinasakan oleh serdadu Marsose kecuali hanya tersisakan 2 orang saja. Walaupun semangat bertempur yang tinggi dari rakyat, tetapi karena keunggulan senjata dan taktik perang pasukan Marsose, Kute Likat akhirnya jatuh ke pihak Belanda.
Seperti biasanya Kempees mencatat korban-korban dalam pertempuran ini. Kali ini korban pihak Alas adalah 432 orang tewas, di antaranya 220 orang pria, 124 wanita, dan 88 orang anak-anak. Korban yang luka-luka berat dan ringan 51 orang, di antaranya 2 orang pria, 17 orang wanita, dan 32 orang anak-anak. Yang kedapatan masih hidup hanya 7 orang anak-anak. Korban pihak Belanda adalah 19 orang, di antaranya 1 orang mati, 18 orang luka-luka termasuk Let. Kol. Van Daalen sendiri dan Kapten Watrin luka berat. Selama pertempuran 5.500 peluru telah ditembakkan, dan 87 pucuk senjata rakyat Alas dapat dirampas oleh Belanda.
Tokoh penting Aman Jata yang telah dikejar-kejar semenjak di Kute Lintang, Gayo Lues, yang mula-mula mengundurkan diri ke Kute Badak, kemudian ke Kute Rikit Gaib, kemudian ke Kute Penosan, Tampeng dan kemudian mengundurkan diri ke daerah Alas ternyata telah menggabungkan diri dengan pejuang Alas yang mempertahankan Kute Likat. Akan tetapi dalam pertempuran di Kute Likat itu, Aman Jata berhasil lolos dan kembali lagi ke daerah Gayo Lues. Dia tetap tidak mau menyerah kepada Belanda. Bagaimana nasib ia selanjutnya tidak diketahui.

0 komentar: