Kamis, 26 April 2007

HIKAYAT TEUNGKU DI MEUKEK

Histografi tradisional merupakan salah satu bentuk penulisan sejarah yang dibuat oleh para penulis untuk mengambarkan, menceritakan kejadian-kejadian sejarah yang terjadi pada masa lalu. Perbedaan historiografi modern dengan historiogarfi tradisonal salah satunya adalah ; dalam menulis historiografi tardisional si penulis seringkali melebih-lebihkan atau pun menambah bunga-bunga cerita untuk lebih menonjolkan kehebatan cerita maupun tokoh utama.

Historiografi tardisional di Indonesia cukup banyak dan tersebar dari Sabang sampai Meuruke dengan berbagai nama dari Hikayat di Sumatera, Patuha di Sumatera Utara, Babad di Pulau Jawa & Bali, Lontarak di Sulawesi. Salah satu historiografi tradisional yang pernah di tulis adalah Hikayat Teungku Di Meukek dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Hikayat Teungku di Mukek merupakan historiografi tardisional yang menceritakan kepahlawanan Syekhuna, seorang ulama di daerah Meukek, Meulaboh (sekarang masuk ke dalam daerah Kabupaten Aceh Barat Daya) yang kemudian dikenal sebagai Tengku di Meukek dalam melawan kesewenang-wenangan penguasa lokal yang bernama Raja Lila Perkasa dengan dibantu oleh penjajahan Belanda pada masa perang Aceh. Dalam hikayat ini diceritakan Tengku di Meukek yang memiliki Dayah (pesantren) di daerah Meukek yang termasuk ke dalam kenegerian Rundeng berhasil membangun kenegerian tersebut dan memperkuat benteng pertahanan guna melindungi kenegerian tersebut dari serang musuh, terutama Belanda. Melihat kemajuan tersebut, pimpinan lokal yang berkuasa di Meulaboh, Raja Lila Perkasa, merasa kekuasaannya tengah dilecehkan. Dengan hasutan dan bantuan Belanda Raja Lila Perkasa dengan dibantu para hulubalang yang mendukungnya menyerang Rudeng. Singkat cerita terjadilah peperangan dahsyat antara pendukung Tengku di Meukek dengan para pendukung Raja Lila Perkasa. Karena kalah kekuatannya, maka para pendukung Tengku di Meukek dapat dikalahkan dan pergi meninggalkan benteng pertahanan yang dikuasainya. Mendengar kekalahan tersebut Tengku di Meukek keluar dari benteng pertahanannya dan menyerbu sendirian ke benteng pertahanan musuh. Dengan dikeroyok oleh para hulubalang lawan, akhirnya Tengku di Meukek gugur dan mayatnya dibawa oleh Belanda. Demikianlah Hikayat Tengku Di Meukek.

Dalam Hikayat Tengku di Meukek terlihat adanya penyisipan bunga-bunga cerita yang mengabarkan kehebatan tokoh utama yang menurut masyarakat modern kadang tidak masuk akal seperti :

Nyangkeu Ureueng keubai lagoe ek

Mee taculek lam-lam mata

Yoh masa prang nanggore Meukek

Mubalek-balek dalam paya

Orang yang kebal seperti air

Walaupun kita colok ke dalam matanya.

Itulah yang terjadi dalam masa perang negeri Meukek

Balik-balik ke dalam paya.

Kuta Sijaloh Panglima Nyak asam

Bak Jimeucang Miseue Cempala

Nyanpi sidroe han lut beusoe

Mee takiloe lam-lam mata

Benteng pertahanan Nyak Asam Beliau serbu

Menghindari peluru bagaikan burung Cempala

Tidak ada satupun yang mengenainya

Tidak terkira oleh mata

Pengunaan bunga-bunga cerita tersebut memanglah tidak semistis dan sebombastis Babad-babad yang ada di Jawa dan Bali. Namun, tetap saja pengunaan bunga-bunga cerita ini menjadi daya tarik bagi pembaca.

Penulisan hikayat ini mengikuti kaidah ab-ab sebagaimana yang sering ditulis dalam pantun-pantun melayu. Pengunaan bunga-bunga cerita membuat hikayat ini menjadi semakin menarik dan bernilai sastra.

Demikianlah sedikit analisis mengenai Hikayat Tengku di Meukek

0 komentar: